... السلام عليكم

Jumat, 18 April 2014

Leadership



Ini kuketik dengan menggebu-gebu. Jadi agak njelimet dan mungkin kamu akan jenuh membacanya.
Bahkan untuk ngepost tulisan ini pun aku berpikir beberapa kali lipat. Takut salah. Takut menyalahkan.
Menulis, mengucapkan, menyampaikan dengan cara apapun, semua itu akan dimintai pertanggungjawaban. Sebab sekecil apapun akan dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya.


Pemimpin :

“Pemimpin suatu kaum adalah pengabdi (pelayan) mereka.” (HR. Abu Na'im)

Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas
kepemimpinannya.
Seorang imam (amir) pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.
Seorang suami pemimpin dalam keluarganya dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.
Seorang isteri pemimpin dan bertanggung jawab atas penggunaan harta suaminya.
Seorang pelayan (karyawan) bertanggung jawab atas harta majikannya.
Seorang anak bertanggung jawab atas penggunaan harta ayahnya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)


Cara memilih pemimpin :
1.     Musyawarah
Dalam surat Ali 'Imran (3) ayat 159, yang artinya
Maka disebabkan rahmat dari Allahlah, engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kasar dan berhati keras, niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan (tertentu). Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
2.    Voting (pengambilan suara terbanyak)
Ini dilakukan kalau musyawarah benar-benar tidak memungkinkan.
“Sesungguhnya umatku tidak akan bersatu dalam kesesatan. Karena itu jika terjadi perselisihan maka ikutilah suara terbanyak.” (HR. Anas bin Malik)


Syarat utama pemimpin, menurutku :
1.  Islam
Kalau tidak Islam, berarti ia sudah lebih dulu mengikuti jalan yang salah. Sementara, jalan hidup pemimpinku tidak boleh salah. Bukankah manusia tempatnya salah? Ya salahnya jangan yang fatal gitu dong. Orang jelas bisa salah, tapi jalan hidup (agama) harus lurus (benar). Karena aku pribadi tidak mau, tidak ingin, dan jangan sampai mengikuti orang (pemimpin) yang berjalan di atas jalan yang salah. Dengan terpilihnya seorang muslim jadi pemimpin, aku harap hukum-hukum Islam terlaksana dengan baik dan tidak dianggap remeh. Sebab apa yang diatur oleh kebenaran pastilah benar. Sedangkan, hanya ajaran Islam yang benar dan pasti baik. Jika benar tapi tidak baik, pasti tidak benar. Karena benar harus sudah pasti baik. Jika baik tapi tidak benar, banyak, dan yang pasti bukan ajaran Islam. Nah! Bingung?
Muslim yang zalim sama non-muslim yang adil, pilih mana? Aku pilih keadilan. Tapi, ya, yang namanya muslim kok zalim sih. Muslim harus (-nya) lurus. Paling enggak selalu berusaha mengikuti jalannya yang lurus. Kalau orangnya muslim, seluruh perbuatannya zalim? It means he is not the real muslim I guess. Tau sendiri kan, iman itu diyakini dalam hati, diucapkan dengan lisan, diamalkan dengan perbuatan. Action juga, bro!
Bagaimana kalau semua kandidat muslim? Mudah saja. Pilih yang terbaik.
Ada, yang bilang kalau boleh memilih non-muslim sebagai pemimpin dengan pertimbangan tertentu. Dan aku gak bisa bilang boleh atau tidak. Seperti yang telah aku katakan, tentu pemimpin harus dan seharusnya muslim. Pemimpin harus seorang pengikut kebenaran, sementara kebenaran tertinggi adalah Islam, sedangkan Allah bilang agama (nasehat) yang benar dan sempurna adalah Islam. Maka tidak ada tawaran.
Berikut terjemah ayat-ayat al-Qur’an tentang pemimpin. Cuma menyampaikan.
Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apapun dari Allah, kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu akan diri (siksa)-Nya dan hanya kepada Allah tempat kembali.”
(Terjemah Surat Aali 'Imraan ayat 28)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” 
(Terjemah Surat Al Maa’idah ayat 51)
Ini bukan masalah sejenis rasis. Ini bukan masalah kebebasan memilih dan dipilih. Ini bukan masalah terlalu religius fanatik atau ekstremis. Ini anugerah seorang muslim... menjalani dan menjalankan Islam.
Islam adalah rahmatan lil ‘alamin. Seluruh alam, bro! Bukan cuma buat orang berlabel Islam. So, ajaran-ajaran Islam pasti bermanfaat untuk seluruh alam. Gak mungkin, kan, Allah memerintahkan (atau lebih indahnya, memberi petunjuk) kepada kita tentang sesuatu yang gak bermanfaat? Gak mungkin Allah menyuruh kita memilih pemimpin yang dari golongan sendiri tanpa suatu alasan. Ada alasan. Apa alasannya, kuncinya pada akal. Jadilah kita termasuk orang-orang yang berpikir. Jangan berdalih demokrasi, pluralisme, dan sebagainya untuk menyangkal firman Tuhan. Di undang-undang kan tidak ada kewajiban buat milih golongan sendiri? Undang-undang buatan siapa, Al-Qur’an dari siapa. Lagipula, sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Jalani ajaran agama masing-masing. Nah, mengamalkan ajaran Islam itulah kewajiban seorang muslim sebagai bentuk pengamalan sila pertama juga.
Misal atau kenyataan, kamu cewek, berjilbab, atas dasar apa kamu berjilbab? Kalau kamu njalanin an-Nur 31 tapi mengabaikan al-Ma’idah 51, apakah fair? 
Masak njalanin agama setengah-setengah?
Masak pake baju setengah-setengah? Usahain all out, dong! Bukan setengah hati.
Btw, soal setengah-setengah, jadi inget video ini...hihi.
Rasulullah saw berwasiat kepada para sahabat,
"Wahai sahabatku, apabila saat ini kalian mengurangi waktu kalian untuk agama Allah sepersepuluh saja, niscaya nushratullah (pertolongan Allah) tidak akan turun, kalian harus mengamalkan agama secara keseluruhan, Tetapi ummatku pada akhir zaman nanti, jika mereka rela meluangkan waktunya sepersepuluh saja untuk agama Allah, maka nushratullah akan segera turun." (HR.Tirmidzi)

2.  Bukan wanita
“Tidak akan sukses suatu kaum yang mengangkat seorang wanita sebagai pemimpin.” (HR. Bukhari)
Oke. Tidak bisa membedakan antara laki-laki dan perempuan dari sisi rohani, sebab Allah yang menilai tentang itu. Tapi dari sisi psikis dan jasmaniahnya? Who knows.
Di sini aku pakai kata wanita untuk perempuan, dan pria untuk laki-laki biar gak ada kesan membeda-bedakan keduanya. Karena pria dan wanita lebih menunjukkan kedewasaan (pemimpin harus dewasa), sedangkan laki-laki dan perempuan lebih mengarah ke gender atau jenis kelamin (belum tentu dewasa). Kenapa gak cewek-cowok? .-.
Wanita memiliki karakteristik yang berbeda dengan pria. Tentu saja. Pria memiliki kelebihan yang tidak dimiliki wanita, begitupun wanita memiliki kelebihan yang tidak dimiliki pria. Dan menurutku, salah satu kelebihan pria adalah dalam hal kepemimpinan. Wanita tidak lebih baik dalam memimpin dibanding pria. Dari pengalaman, yang aku lihat, suatu kaum yang dipimpin oleh wanita kebanyakan kurang berhasil. Entah kenapa. Tapi bukan berarti pria lebih unggul daripada wanita. Keduanya saling melengkapi. Yang paling unggul adalah yang paling baik menurut Allah. J Ialah orang yang paling bertakwa, bukan pria atau wanita.
Dari sudut pandang psikologi atau kejiwaan (ceileh), wanita lebih emosional daripada rasional. Wanita berpikir dengan perasaan, mudah dipengaruhi oleh suasana. Jadi, wanita cenderung banyak yang dipertimbangkan dan akan memakan waktu yang lama dalam mengambil keputusan serta kurang berani ambil resiko yang besar. Sedangkan, pria lebih bisa menahan emosi dan lebih bisa bersikap tenang. Pria jauh bisa lebih tegas daripada wanita. Pria memiliki kematangan yang lebih dalam berpikir rasional saat pengambilan suatu keputusan. Lagipula, ada faktor biologis wanita yang muncul setiap bulan yang juga menghambat untuk kepemimpinan. Haid menjadikan wanita kurang mampu mengambil keputusan penting. Tau sendiri, kan, bagaimana wanita saat datang bulan J Maka boleh dikatakan bahwa aku akan setuju dengan pendapat mantan menteri kesehatan Negeri Matahari Terbit, Yoichi Masuzoe. Dia tegas bilang bahwa wanita jadi tidak rasional saat sedang menstruasi. "Mereka menjadi tidak normal, emosional, dan aneh saat tamu bulanan terjadi. Anda tidak akan membiarkan mereka membuat keputusan penting soal negara jika mereka terpilih," ujarnya. Selain itu, ada alasan lain, bisa di-Google dengan keyword “Menstruasi Membuat Wanita Jadi Bodoh”. Bukan bikin bodoh. Cuma bodoh sementara. Bodoh tiap bulan aja. Haha. Ini penggalan dari salah satu artikelnya...
“...sebuah penelitian baru menyimpulkan bahwa sakit menstruasi membuat penderitanya kurang cerdas.
Para peneliti asal Inggris ini menemukan bahwa sakit yang dirasakan mengurangi kinerja kognitif. Para peneliti dari Universitas Bath menemukan bahwa wanita yang menderita sakit menstruasi mengerjakan tes berbasis komputer dengan kurang baik dan rentang perhatian mereka juga terganggu.
Pemimpin penelitian Dr Ed Keogh, dari Jurusan Psikologi, Universitas Bath berkata, “Rasa sakit adalah sebuah pengalaman yang sangat umum dan bisa memiliki efek mengganggu terhadap aktivitas kita sehari-hari. Para peneliti kami melihat bahwa rasa sakit yang umum dialami banyak wanita setiap bulannya, mempengaruhi kemampuan mereka dalam melakukan tugas-tugas yang kompleks. Hal ini menunjukkan efek dari rasa sakit melebihi pengalaman sensoris, mempengaruhi apa yang kita pikirkan dan rasakan.”...”
Hadeh, jangan bilang nanti ada suatu teknologi untuk mempercepat menopause, atau menghentikan haid sementara. Atau berdalih khusus wanita di atas 50 tahunan yang tidak terlalu tua, yang sudah menopause, boleh-boleh saja memimpin. Sukanya mencari-cari celah. Oh, manusia. It’s innovation. Aku jadi ingat kalimat ini dari teman kenalanku, “they find the excuse that made them sacular”
Lagian, sudah digariskan oleh-Nya pria diciptakan untuk menjadi pemimpin bagi wanita. Wanita adalah partner pria. Dan sudah kodratnya, untuk segi tertentu langkah seorang wanita tidak sepanjang langkah seorang pria.
Tapi, tapi, tapi... bukan berarti seorang wanita tidak bisa menjadi pemimpin. Hanya saja, diibaratkan kayak shalat, selama jamaah masih ada pria kenapa harus wanita yang jadi imam? Lagipula, jika diibaratkan kayak shalat juga, tidak mungkin jamaah bisa sholat tiap hari kalau sang imam yang wanita itu harus menerima tamu tiap bulan :D Ngomong-ngomong, kayaknya mudah ya memahami kepemimpinan umpama suatu sholat berjamaah.
Nah kalau waria? Orang yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari kaum itu. Kalau dia bertingkah seperti perempuan, ya sudah. Anggap aja :D Toh, tau sendiri, cuma ada 2 gender di muka bumi ini. So, ga usah dilebih-lebihkan. Kecuali, kata salah seorang saudariku, apabila suatu jamaah tidak ada laki-laki tapi ada laki-laki yang menyerupai wanita (waria), maka si waria lebih baik jadi pemimpin daripada wanita. Lagian kan masalah ke-waria-an itu masalah mental, tidak mengubah tabiatnya sebagai lelaki.
3.  Tidak ambisius terhadap suatu jabatan
“Kami tidak mengangkat orang yang berambisi berkedudukan.” (HR. Muslim)
Orang yang berambisi menjadi pemimpin suatu kaum, banyak. Tapi lihatlah, sedikit sekali pemimpin yang terpilih jadi pemimpin karena kaumnya yang meminta dengan alasan bijak mereka memilih dia. Mungkin karena jaman sekarang sedikit sekali orang tak berambisi kedudukan yang pantas berkedudukan. Bayangkan kalau ada pemimpin ambisius pada jabatan tapi kaumnya tidak menyukainya, tentu sulit untuk meraih tujuan yang hendak dicapai. Bahkan malah menjadi beban bagi pemimpin itu. Pemerintahan kan butuh koordinasi antara pemimpin dengan kaumnya.
Rasulullah S.a.w berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, "Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi jika ditugaskan tanpa ambisimu maka kamu akan ditolong mengatasinya." (HR. Bukhari dan Muslim)
4.  Kasih sayang
Pastikan seorang pemimpin, entah pemimpin rumah tangga atau pemimpin dunia sekalipun, adalah seorang penyayang, terutama penyayang anak-anak. Enggak tau kenapa, laki-laki yang sayang atau suka anak-anak itu ada sesuatunya. Mereka kelihatan cool ketika bermesraan sama anak atau binatang atau alam, juga ketika mereka respect sama perempuan.
“Bersikaplah yang baik terhadap wanita karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk tersebut adalah bagian atasnya. Jika engkau memaksa untuk meluruskan tulang rusuk tadi, maka dia akan patah. Namun, jika kamu membiarkan wanita, ia akan selalu bengkok, maka bersikaplah yang baik terhadap wanita.”
(HR. Bukhari no. 5184)
Cinta dalam diri seseorang untuk seseorang terbatas pada seseorang. Anak kecil yang belum baligh, mereka adalah makhluk yang tak kenal dosa, belum paham betul arti dosa. Kalau sama yang tak begitu kenal dosa aja tidak mengasihi dan menyayangi, apalagi sama orang yang sudah dewasa fisik sehat akal? Gak banget kalau memenuhi kasih sayang pada orang yang telah banyak berdosa, tapi pada anak kecil tidak ada kasih sayang.
Al-Aqraa bin harits melihat Rasulullah SAW. mencium Al-Hasan r.a. lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai sepuluh orang anak, tetapi aku belum pernah mencium mereka.” Rasulullah bersabda, “Aku tidak akan mengangkat engkau sebagai seorang pemimpin apabila Allah telah mencabut rasa kasih sayang dari hatimu. Barang siapa yang tidak memiliki rasa kasih sayang, niscaya dia tidak akan disayangi.”
Tuh, yang tak punya kasih sayang, tidak akan disayangi. Bagaimana pemimpin otoriter/ diktator mau disayang rakyatnya kalau dia sendiri tidak punya kasih sayang.

Sebenarnya masih banyak yang bisa ditambahkan. Sayangnya terlalu luas kalau mengutarakan seluruh uneg-uneg tentang kepemimpinan. Begini saja cukup ajalah. Maaf kalau gak suka atau gak paham sama kata-kataku. Ini aku, ini bebasku. J




Dulu, banyak orang sangat mempermasalahkan mengapa harus pria yang jadi pemimpin. Lalu digembar-gemborkan hak-hak wanita. Hak asasi manusia. Kini emansipasi wanita berdiri tegak. Sangat tegak. Sampai-sampai dari beberapa kasus aku hampir tidak bisa membedakan siapakah kepala keluarga. Hampir tidak menemukan manfaat perbedaan gender. Sekarang, aku merasa banyak orang mempermasalahkan hal yang lebih tinggi soal kepemimpinan. Agama. Tentang mengapa pemimpin harus muslim. Padahal ini perintah Yang Maha Agung. Artinya, ini suatu kewajiban bagi kita yang mengaku beragama Islam.
Akan terlepas (kelak) ikatan (kekuatan) Islam, ikatan demi ikatan. Setiap kali terlepas satu ikatan maka orang-orang akan berpegangan kepada yang lainnya. Yang pertama kali terlepas ialah hukum dan yang terakhir adalah shalat.” 
(HR. Ahmad dan Al Hakim)


Allah, petunjuk-Mu, ya Allah. Kami mohon.

0 komentar:





Terima kasih. Semoga bermanfaat.
... والسلامعليكم

Kacamata

 

Ardiarti Bangun Wijaya Copyright © 2008 Green Scrapbook Diary Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez