... السلام عليكم

Rabu, 20 Mei 2015

#UdahMaafinAja



Hal yang mengherankan adalah, ketika aku melihat saudara seiman saling bermusuhan. Aku pun begitu tadinya. Tapi kupikir, mengapa memusuhi saudaraku yang seiman sementara di sisi lain, aku mempunyai jalinan pertemanan dengan orang yang tak seiman. Bukankah umat Islam bersaudara? Bukankah seorang muslim lebih berhak aku jadikan teman?


Ada alasan yang lebih, mengapa kamu perlu berteman dengan siapapun, termasuk yang tak seiman. Ada satu alasan mengapa kita umat manusia tak seharusnya saling memusuhi. Ada satu alasan mengapa harus memaafkan. Memaafkan siapapun.
Bukankah hanya syaitan musuh kita?

Senantiasa ingatlah. Musuh itu bukan aku, kamu, dia, kami, kalian, kita, ataupun mereka. Tuhan telah menakdirkan kita satu musuh yang nyata. Yang seringkali kita lupa siapa itu.
Ya. Syaitan yang terlaknat itu, yang setia menjalankan tugasnya untuk memusuhi kita, adalah musuh yang sebenarnya.

Dan asal kamu tahu, syaitan itu tidak selalu berwujud syaitan itu sendiri. Syaitan ada kala berupa perbuatan (membunuh, mencuri, mencela, dan sebagainya), ada kala berupa perasaan (iri, dengki, marah, dan sebagainya), ada kala berupa pemikiran, (ateisme, kebodohan, su’udzon, dan sebagainya). Maka dari itu, kadang-kadang syaitan berwujud manusia. Bukan karena syaitan itu menjelma menjadi manusia, melainkan perbuatan/perasaan/pemikiran negatif itu ada dalam diri si manusia.

Akhir kata, syaitanlah musuh kita. Jika tak mampu memperlakukan dia sebagai saudara seiman, ingatlah Adam alaihissalam adalah ayah kita.
Lagipula, untuk apa bermusuhan? All we should present is Islam (peace). No need to make a war.

Eh, Ardiarti Bangun Wijaya, sebentar. Bagaimana dengan perang-perang yang pernah dilakukan Rasulullah shalallahu alaihi wassalam? Bukankah beliau perang terhadap musuh?
Iya, terhadap musuh. Tapi bukan manusia. Secara fisik memang kelihatannya memerangi orang. Tapi beliau shalallahu alaihi wassalam sebenarnya memusuhi syaitan yang ada dalam diri mereka.
Tapi jika terbunuh, raganya ikutan mati meski yang salah syaitan dalam jiwanya?
Raga tidak penting. Lebih baik tak berjiwa tak membahayakan, daripada berjiwa tapi membahayakan.
Oh ya, kamu bilang #UdahMaafinAja. Cara memaafkan?
Forgive, even if not asked to.
Cara minta maaf?
Forgive, even if not forgiven.
Cara minta maaf dan memaafkan?
Aku sih kasih kado aja. Haha!
Pertanyaan lebih lanjut, hubungi ulama.



Bonus :
Di sini ada penjelasan mengapa kita tetap memaafkan pelaku perbuatan sekeji apapun itu.

0 komentar:





Terima kasih. Semoga bermanfaat.
... والسلامعليكم

Kacamata

 

Ardiarti Bangun Wijaya Copyright © 2008 Green Scrapbook Diary Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez