“...Kewajibanmu tidak lain
hanyalah menyampaikan (risalah). Sesungguhnya apabila Kami merasakan kepada
manusia sesuatu 1.rahmat dari Kami dia bergembira ria karena
rahmat itu. Dan jika mereka ditimpa 2.kesusahan disebabkan
perbuatan tangan mereka sendiri (niscaya mereka ingkar) karena sesungguhnya
manusia itu amat ingkar (kepada nikmat).”
Kalimat
berhuruf tebal 1. dan 2. adalah kata kunci. Berdasarkan kalimat 1, ‘rahmat
dari Kami’, artinya bahwa semua rahmat, kebaikan datangnya dari Allah. Jika
bertanya, mengapa di situ ditulisnya Kami dan bukan Allah? Lihat jawabannya di sini.
Berdasarkan
kalimat 2, ‘kesusahan disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri’,
berarti bahwa memang pada dasarnya segala masalah itu datangnya atau awalnya
dari diri kita sendiri. Dari tangan kita sendiri. Coba direnungkan, benarkah
itu?
Mari
kubantu merenungkannya. Misal kamu membeli laptop untuk keperluan sekolah.
Setelah membeli, laptop pun rusak. Mana tak ada garansi. Masalah ini tak akan
terjadi jika kamu tidak membeli laptop. Okay, tidak membeli laptop artinya kamu
bermasalah dengan aktivitas sekolahmu karena tidak punya laptop. But, hey!
Siapa yang memutuskan untuk sekolah? Jadi kamu tak akan bermasalah dengan
laptop itu kalau kamu tak sekolah bukan? Dan seterusnya hingga akar masalahnya
ada di kamu.
Maka
jelaslah bahwa kitalah pembuat keputusan dan setiap keputusan mempunyai resiko.
Resiko buruk itulah yang disebut masalah.
Ya ya ya, akar masalahnya
kita. Lalu siapa yang menciptakan kita? Tuhan kan? Berarti Tuhanlah yang
membuat masalah.
Tuhan
tidak membuat masalah. Kamu yang membuat. Tuhan menciptakan kamu, lalu kamu
membuat masalah. Apa itu salah Tuhan? Jadi misal Ibumu melahirkanmu, kamu
dewasanya pembuat onar, lantas apakah yang salah Ibumu karena melahirkanmu?
Tentu tidak!
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).”
Guru agamaku kelas XII,
Bapak Supadi, pernah menjelaskan ayat di atas kepada kami. Bahwa setiap
kerusakan, setiap masalah, adalah kita yang menciptakan, kita yang membuat.
Tuhan disebut menciptakan masalah dalam artian Dia mengizinkan kamu menciptakan
masalah itu. Atas izin-Nya itulah orang sering bertanya, “Mengapa Tuhan memberi
masalah ini kepadaku?” Padahal dia sendiri yang menciptakan masalah itu. Tuhan
hanya mengizinkan. Karena Dia tahu kamu sanggup menyelesaikannya.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya...” (http://quran.com/2/286)
Mengapa kamu disebutkan
‘sanggup menyelesaikannya’? Disinilah poin yang akan aku sampaikan.
Eh, tapi Allah mengizinkan aku membuat masalah.
Kalau Allah mengizinkan, artinya Dia yang menciptakan masalah, bukan?
Bukan!
Pernahkah kamu mengikuti
ujian dimana guru memberi soal kepada muridnya : “Buatlah 5 pertanyaan dan
jawablah” ?
Aku pernah. Jadi, atas
izin sang guru, kamu membuat 5 pertanyaan yang mana kamu tahu jawabannya. Guru
hanya menilai. Tentu dalam hal ini, guru paham betul materi yang sedang
diujikan sehingga guru memberi penilaian. Dan kamu pun bisa menjawab 5 persoalan
itu karena kamulah si pembuat soal.
Segala hal di dunia ini
adalah ujian bagi kita. Hidup adalah ujian untuk kehidupan yang sebenarnya. Bayangkan
saat ujian semacam itu, kamu membuat soal saja dan tidak menjawabnya. Membuat
soal sendiri tapi tidak sanggup kamu jawab? Hanya ada dua kemungkinan. Apakah kamu
gila? Atau bodoh?
Kamu lihat, orang-orang
yang bunuh diri karena tak sanggup menghadapi soal, tak sanggup menghadapi masalah.
Mereka adalah contoh peserta ujian yang gila nan bodoh. Pertanyaan yang mereka
buat sendiri, tidak sanggup mereka jawab. Seolah mereka menguji Guru dengan
pertanyaan yang mereka buat. Mereka menyuguhkan soal kepada Guru dan membiarkan
soal itu tanpa ampun tak terjawab. Lantas mereka pergi meninggalkan ruang ujian
(dunia), itu pun tanpa seizin Guru. Mereka mendahului takdir. Mereka menentang
dan menantang Sang Guru. Itulah bagaimana putus asanya orang-orang bunuh diri.
“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka
ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.”
Hidup ini ujian. Masalah
itu sebenarnya tidak ada. Yang memberatkan masalah hanyalah
mempermasalahkannya. Dan cara untuk menambah masalah adalah menunda
menyelesaikannya.
Maka, hadapilah! Kita
sanggup mengatasinya. Insyaa Allah.

0 komentar:
Posting Komentar